Setelah menemani saya selama empat belas tahun, akhirnya tiba waktunya untuk Gagak Rimang pensiun dan pengabdiannya dilanjutkan oleh kuda muda yang belum saya beri nama. Penggantinya ini bukan motor bebek tapi kurang pas juga kalau disebut motor sport karena tidak sporty-sporty amat.
Di kampung saya dulu, motor dengan tangki bahan bakar di galangan biasa disebut “montor lanang” karena biasanya hanya pria yang naik motor jenis ini. Dengan mengusung semangat kesetaraan gender, rasanya kurang adil juga kalau saya ikutan menyebutnya “montor lanang” karena jaman sekarang siapa saja lumrah untuk naik apapun jenis motornya.
Sekarang saya jadi tahu alasan beberapa teman saya dulu menjual motor sport mereka setelah menikah dan berganti dengan matic/bebek. Tentu saja agar lebih mudah bawa botol galon, beli gas, bawa belanjaan, dan juga momong anak di depan.
Zam
hmm.. matic?
Yeni Setiawan
^ Ora, Kang. Manual.
junianto
Gagak Rimang ini motor apa to, mas?
Kalau liat setangnya kok ada palangnya — khas setang motor trail tua (kayak dua tril tua saya).
junianto
Gagak Rimang ini motor merek dan tipe apa to, Mas Yani?
Yeni Setiawan
Yang di foto ini penggantinya Gagak Rimang, Om. Kalau Gagak Rimang adalah motor lawas saya, Shogun SP.
Q-thrynx
sudah dapet tempat nyimpen jas hujannya?
Yeni Setiawan
^Q-thrynx:
Sudah, Mas. Masuk tas punggung =))
Joesatch
aku lagi ngeh, ngopo kok Shogun SP-ne awakdewe wingi rodo debatable. jebule bedo versine. nggonanmu luwih senior, kang, aku sing versi Shogun robot, hahaha