Tag: motor

Motoran Pulang ke Purwodadi

Dua mingguan yang lalu, terbersit ide di kepala saya untuk pulang ke kampung halaman naik motor, sendirian saja tentunya. Setelah mengantongi izin dari istri, maka berangkatlah saya di suatu Sabtu pagi yang sudah menjelang siang.

Awalnya saya berpikir, dengan rute perjalanan harian yang mencapai 40 km, rasanya akan mudah untuk naik motor menempuh jarak 150-an kilometer dari Bantul ke Purwodadi. Ternyata saya salah.

Mungkin karena sudah lama tidak naik motor jarak jauh, ternyata susah juga mengondisikan pikiran agar selalu siaga terus-menerus. Beberapa kali tiba-tiba saya melamun di atas motor, bahaya!

Maka begitu sampai di Terminal Kalioso, motor saya belokkan ke sebuah warung bakso di barat jalan. Kali ini saya tidak jajan mie ayam karena ingin merasakan kembali rasa bakso ala Jawa Tengah.

Dugaan saya benar. Rasa khas bakso Jawa Tengah dengan kuah yang berkaldu kembali saya rasakan di warung bakso tersebut. Rasa yang susah (hampir mustahil) saya temukan di warung-warung bakso di Jogja.

Setelah makan dan cukup beristirahat, motor lanjut saya gas ke arah utara menuju Purwodadi. Sensasi jalan rusak yang menyerupai aliran sungai yang mengering kembali saya rasakan ketika melewati ruas jalan di Sumberlawang, Sragen.

Sebenarnya ada jalan alternatif yang kabarnya lebih layak, yaitu belok kiri sampai tembus ke area Waduk Kedungombo. Tapi saya sengaja mengambil jalur normal karena penasaran.

Lalu lintas kendaraan berjalan merayap, banyak kendaraan yang hanya berjalan dengan kecepatan 20-30 km/jam di ruas sepanjang beberapa kilometer tersebut. Ruas jalan tersebut cukup sepi karena kebanyakan pengguna jalan memilih jalur alternatif demi kesehatan kendaraan mereka.

Dua atau tiga tahun yang lalu, knalpot mobil istri saya patah saat pulang ke Purwodadi. Saya tidak tahu apakah patahnya di ruas jalan ini atau di ruas jalan yang lain (yang waktu itu kondisinya lebih buruk) karena kami baru mengetahuinya ketika sampai tujuan. Saat kami bawa ke bengkel las,  ada 2 kendaraan lain yang antri karena masalah yang sama 😂

Long story short, setelah menempuh jarak 150 kilometer dan 5 jam perjalanan, akhirnya saya sampai di rumah tempat saya dilahirkan.

Tak lupa saya mengambil foto ruas Jalan Siswa di Purwodadi sebagai pengingat bahwa jalan inilah yang mengenalkan saya, seorang anak kecil dari desa, dengan kehidupan baru saat mulai masuk SMP yang terletak di jalan tersebut.

 

 

 

Sarung Tangan Pencegah Kapalan

Dulu, istri dan anak saya sering protes saat saya mengoleskan lotion atau minyak kutus-kutus ke badan mereka karena ada kapalan di telapak tangan saya.

Awalnya saya cuek dan lanjut mengoleskan lotion/minyak sambil saya pas-paskan agar kapalan di telapak tangan tidak mengenai kulit mereka.

Namun semua berubah saat saya harus bekerja dari rumah, di awal pandemi dulu, selama kurang lebih dua bulan. Waktu itu kapalan di tangan nyaris hilang karena saya tidak mengendarai sepeda motor hampir selama dua bulan. Ternyata kapalan bisa disembuhkan!

Untuk menghindari “tumbuhnya” kapalan kembali, saya membeli sarung tangan murah meriah dari marketplace. Saya beli beberapa buah untuk menggenapi agar mendapatkan gratis ongkos kirim.

Saat ini, hampir setiap hari saya selalu memakai sarung tangan seperti ini saat mengendarai sepeda motor.

Kapalan hilang, istri dan anak tambah sayang! Semoga.

Pensiunnya Gagak Rimang

Setelah menemani saya selama empat belas tahun, akhirnya tiba waktunya untuk Gagak Rimang pensiun dan pengabdiannya dilanjutkan oleh kuda muda yang belum saya beri nama. Penggantinya ini bukan motor bebek tapi kurang pas juga kalau disebut motor sport karena tidak sporty-sporty amat.

Di kampung saya dulu, motor dengan tangki bahan bakar di galangan biasa disebut “montor lanang” karena biasanya hanya pria yang naik motor jenis ini. Dengan mengusung semangat kesetaraan gender, rasanya kurang adil juga kalau saya ikutan menyebutnya “montor lanang” karena jaman sekarang siapa saja lumrah untuk naik apapun jenis motornya.

Sekarang saya jadi tahu alasan beberapa teman saya dulu menjual motor sport mereka setelah menikah dan berganti dengan matic/bebek. Tentu saja agar lebih mudah bawa botol galon, beli gas, bawa belanjaan, dan juga momong anak di depan.