Category: Gak Penting

Dispenser Batere

image

Selain pisau lipat, benda yang hampir tiap hari saya bawa adalah sebuah senter kecil. Karena membawa senter, saya merasa perlu membawa batere cadangan agar sewaktu-waktu batere yang ada di dalam senter habis bisa langsung diganti.

Namun menaruh beberapa baterai begitu saja di dalam kantong tas kadang agak ribet, karena bisa nyelip kemana-mana. Kadang saya bungkus jadi satu di dalam plastik, tapi kok kurang praktis, juga kurang keren.

Lalu saya lihat di sebuah forum ada yg jualan case merek Power Pax yang bisa menampung 4 batere sekaligus dan bentuknya cukup menarik. Sayangnya hanya tinggal warna army green dan oranye, seri yang glow in the dark sudah habis.

Sekarang nampaknya butuh barang baru lagi, sebuah tas kecil untuk menampung segala EDC (Every Day Carry) saya. Naksir Maxpedition tapi kok harganya agak mahal.

Sekilas Quark Mini 123

Yap, sesuai tulisan saya sebelumnya, kali ini saya akan menulis mengenai EDC baru saya: sebuah senter imut, Quark Mini 123.

Quark Mini 123 di dalam kardus

Mari kita keluarkan senter tersebut dari kardusnya..

Isi dalam kemasan

Isi di dalam kemasan adalah senter, sebuah baterai CR 123, lanyard/gantungan, buku petunjuk, dan sebuah O ring tambahan (di dalam kantong plastik kecil).
Read More

Wish List

Jaman dulu ketika blog mulai populer, banyak postingan yang berisi daftar keinginan penulis, atau istilahnya wish list. Demi melestarikan budaya tersebut, kali ini saya ingin posting soal wish list saya.

quark mini 123

Sebuah senter, Quark Mini 123.

Kode 123 merupakan jenis batere yang digunakan, yaitu CR 123. Saat ini masih menimbang apakah akan mengambil Quark Mini 123 (menggunakan 1  batere CR 123, output lebih terang namun batere tidak terlalu mudah didapat) atau Quark Mini AA (menggunakan 1 batere AA, ukuran body lebih panjang, output tidak seterang seri 123 namun batere ada di warung-warung).

Senter ini untuk keperluan EDC alias Every Day Carry, terjemahan bebasnya adalah BH atau Bawaan Harian.

Spyderco Delica

Selanjutnya adalah sebuah pisau lipat, Spyderco Delica.

Pisau yang dengan lubang khasnya (ciri khas Spyderco) ini menarik hati saya karena simpel dan ramping. Soal kualitas, kabarnya yahud punya.  Pisau ini juga untuk EDC, untuk dibawa sehari-hari.

Semoga alam semesta mengabulkan keinginan saya ini.

 

Sebuah Cerita

obat belekan

Sebuah cerita bahwa seorang pria paling jantan sekalipun bisa kena belekan.

Pecinta Warna Yang Ekspresif

Ketika berkendara di jalanan Jogja, sering saya menemui pecinta warna yang ekspresif. Salah satu yang saya ingat adalah seorang nona yang nampaknya penggemar warna pink.

Helm-nya berwarna pink, jaketnya berwarna hitam dengan motif garis pink, bersarung tangan warna pink garis-garis putih dan juga kaos kaki pink menyala dengan sepatu/sandal warna merah mendekati pink.

Benar-benar suatu polusi warna yang menyakitkan mata.

Sarapan Jajan Pasar

Pagi hari, belum sempat tidur, Puan Peri bilang kalau lapar. Karena sedang kehabisan cabe sehingga tidak bisa memasak apa-apa, saya menawarkan untuk membeli makanan di pasar yang tidak terlalu jauh dari rumah.

Pulang dari pasar, saya mendapatkan tiwul seharga seribu rupiah yang cukup untuk memenuhi perut:
tiwul

Dan istri tercinta mendapatkan gudeg dengan paha ayam yang besar:
gudeg

Sekarang sudah kenyang, saatnya kembali ke peraduan. Selamat beristirahat.

Ke Sukabumi

Libur Natal kemarin yang kebetulan Hari Sabtu, saya manfaatkan untuk main ke Sukabumi. Meskipun waktunya mepet (hanya 2 hari), tapi kapan lagi ada libur 2 hari, secara tempat kerja saya hanya libur pada Hari Minggu dan tanggal merah. Selain itu tujuan ke Sukabumi adalah menengok keponakan baru, yang lahirnya bertepatan dengan selesainya ijab kabul pernikahan saya 😀

Hari Jumat, jam 7.30 malam bis Rajawali berangkat dari pool di Pingit, Jalan Godean. Perjalanan cukup lancar, meskipun agak lambat. Mungkin karena Malam Natal sehingga jalan agak ramai. Hari Sabtu pagi, tiba di Sukabumi pukul 08.00 WIB –dalam keadaan normal, jam 6 pagi biasanya sudah sampai.

Di terminal saya dan istri bingung nyari angkot menuju ke arah rumah kakak perempuan saya, akhirnya kami naik ojek. Saya sedikit geli dengan tukang ojek yang memboncengkan Puan Peri. Tampangnya sangar, dengan tato di leher menyembul dari kerah bajunya. Namun demikian, Aa’ satu itu ngomongnya halus sekali, dengan logat Sunda yang kental. Bahkan saat menghidupkan motor matic-nya, tak lupa dia baca basmalah 😀
Read More

Numpak Kereta Blora Jaya

tiket
Saya baru tahu bahwa ternyata ada kereta api dari Purwodadi menuju Bojonegoro untuk kelas bisnis, sebelumnya yang saya tahu hanya ada KRD kelas ekonomi. Kebetulan saya dan istri memang akan kembali ke Bojonegoro, jadilah kami mendapatkan kesempatan numpak sepur ini untuk pertama kalinya.

stasiun ngromboKami naik dari Stasiun Ngrombo, sebuah stasiun kecil sebelum Stasiun Gambrengan yang lebih besar dan terkenal. Harga tiketnya sebesar Rp. 28.000 dan kereta tiba pukul 09.45 WIB.

Sebenarnya ada kereta yang lebih pagi, yaitu sekitar jam 7 pagi dan harga tiketnya jauh lebih murah, yaitu Rp. 5000 saja (KRD atau Feeder Lokal namanya). Namun karena kami malas bangun pagi, akhirnya merelakan membayar lebih, yang penting bisa tidur lebih lama *eh*

Di stasiun tersebut banyak penjual pecel. Menurut cerita orang-orang tua, pecel di stasiun di wilayah Purwodadi sangat terkenal. Makan pecel ditambah peyek kacang, nikmatnya tiada tara.

Akhirnya setelah menunggu tak berapa lama, keretanya tiba. Read More

Butuh Yang Lebih Kecil

blades

Beberapa jam yang lalu saya baru sadar bahwa sepertinya saya butuh pisau yang lebih kecil agar bisa disisipkan di tas perlengkapan mandi 😀

Kontes Melipat Pisau

Pada sebuah Juminten kemarin, iseng-iseng diadakan kompetisi melipat pisau lipat murah yang saya miliki. Kebetulan pisau tersebut adalah jenis liner lock, sehingga butuh sedikit teknik untuk mengembalikan dalam keadaan tertutup.

melipat pisau

Ada yang bisa menutup pisau tersebut dengan cepat, namun ada juga yang butuh waktu lamaaaa. Bahkan harus diberi kesempatan dua kali.

Bukan salahnya sih, karena memang bukan pegangannya sehari-hari 😀

Video Call

video call

Saat naik ke atas Bus Eka yang saya tumpangi dari Bungur Asih (Surabaya), pria muda ini nampak asyik melihat-lihat layar ponselnya. Awalnya saya pikir dia sedang melihat video, tapi setelah saya perhatikan dengan seksama nampaknya sedang melakukan video call dengan seorang perempuan muda berjilbab, entah di mana rimbanya.

Saya jadi penasaran, berapa banyak pengguna layanan video call saat ini? Saya sendiri terus terang belum pernah menggunakan layanan tersebut. Sepertinya menarik untuk dicoba, tentu saja setelah saya mempunyai ponsel yang mendukung layanan tersebut.

Pada sebuah bus dinihari

Tulisan ini aselinya saya tulis di ponsel saya pada tanggal 20 Juni dinihari, di dalam bis yang sedang melaju menuju kampung halaman saya. Sebenarnya ingin langsung saya publish, tetapi karena pulsa yang saya beli di Terminal Tirtonadi belum ada masuk akhirnya cuma tersimpan di Notes ponsel. Selamat membaca!

Saat ini saya sedang dalam perjalanan dari Solo ke Purwodadi, kampung halaman saya, dengan menumpang sebuah bus pada jam 3 pagi. Seperti rata-rata bus yang melalui rute ini, sebuah TV 14 inch dipajang di atas kepala supir agar bisa dilihat semua penumpang. Malam ini yang diputar adalah VCD dangdut dari sebuah grup bernama Palapa dari Jombang, Jawa Timur.

Sedang asyik menonton, datanglah sebuah SMS dari Alex penguasa Blangpidie. Ketika saya sedang membaca sms tersebut, mbak biduanita yang cantik dan berada di dalam layar televisi itu tiba-tiba berteriak ‘Mas Alex!’ sambil menggandeng salah satu pemain musiknya. Hahhaha saya kaget 😀

Selanjutnya beberapa biduanita saling bergantian menyanyikan lagu-lagu dangdut, baik yang saya pernah dengar maupun yang belum.

Hingga kemudian seorang biduanita dengan kostum mirip Xena dan rambut laksana megaloman tampil ke panggung.  Musik mulai dimainkan, yaitu intro dari lagu The Final Countdown-nya Europe. Saya tidak kaget karena intro lagu ini memang cukup populer dan sering dicomot di beberapa penampilan panggung.

Yang membuat kaget adalah ketika saya baca keterangan judul lagu dan nama penyanyinya. Ternyata mbak Xena berambut megaloman tersebut benar-benar menyanyikan lagu The Final Countdown dalam irama dangdut! Saya jadi kembali merenung betapa dinamisnya negara ini 😀

Kemudian tampil biduanita baru yang tadi belum sempat kelihatan manggung, menurut tulisan di layar televisi namanya adalah Mbak Ratna Dewi, badannya kecil dan berhidung mancung, serta matanya lebar seperti Siti Nurhaliza. Cantik dan menarik.

Lha kampret, tiba-tiba VCD dimatikan oleh kondektur bis dan diganti dengan VCD karaokenya Mbak Rita Sugiarto 🙁