Jaman kecil dulu, memiliki dan bisa memakai ketapel adalah salah satu life skill yang seolah wajib dikuasai oleh anak lelaki. Tak hanya memiliki, rasanya akan lebih puas jika ketapel tersebut dibuat sendiri.
Untuk membuat ketapel, dimulai dari memilih batang kayu yang berbentuk seperti huruf “Y”, membeli karet pentil sepeda di warung, hingga memilih material untuk kantong tempat peluru.
Material yang paling umum digunakan untuk kantong peluru adalah potongan sabuk, potongan sandal kulit (baik asli maupun imitasi), hingga selongsong bekas kepompong yang tipis namun kuat.
Belakangan ini ketapel mulai ngetren lagi. Kiblatnya ke slingshot luar negeri dengan ciri khas utamanya adalah penggunaan karet berbentuk pipih/pita dan peluru menggunakan gotri berdiameter 8 mm (ada yang menggunakan ukuran lain).
Karena penasaran, akhirnya saya mencoba juga ketapel “gaya baru” ini. Ternyata banyak teknik ketapel yang baru saya ketahui setelah mencarinya di Internet. Di masa kecil dulu, teknik ini kurang bisa dipelajari karena setiap anak belajar menggunakan ketapel hanya dengan meniru yang lain. Tanpa teknik yang jelas dan terarah.
Satu hal yang sangat berbeda dibanding ketapel di masa kecil dulu adalah ketergantungan dengan persediaan gotri peluru. Jaman kecil dulu, bagian bawah dari pegangan ketapel umumnya dibuat lancip agar bisa digunakan untuk mencongkel tanah atau batu sebagai peluru.
Dahulu ketapel digunakan untuk berburu burung lalu dagingnya dimasak sebagai lauk. Sepanjang sejarah saya bermain ketapel di masa kecil, saya baru satu kali mendapatkan burung buruan. Itupun burungnya terbang lagi ketika hampir sampai rumah ?
tikno
Saya jadi teringat saat masa kecil juga suka main ketapel bersama teman. Generasi tanpa gadget memang paling indah karena kita berinteraksi langsung. Beda nuansanya. Dapat dikatakan itu adalah generasi “limited edition”.