Dahulu, kami pernah berjanji ke Lumen untuk camping kalau umurnya sudah 3 tahun. Dan awal bulan ini, jadilah keluarga kecil kami camping dua hari satu malam di Cemoro Sewu, lereng Gunung Lawu.
Si bayi sangat antusias, begitu juga kami. Segala persiapan dilakukan agar si bayi merasa nyaman saat di hutan, termasuk membeli kasur angin sehari sebelum berangkat.
Kami berangkat hari Sabtu, pukul 04.30 pagi agar Lumen bisa tidur di jalan. Sampai di Tawangmangu pukul 8 pagi, namun harus menunggu 1 jam agar angkot yang kami naiki penuh dan bisa berangkat ke Cemoro Sewu.
Cemoro Sewu sudah banyak berubah dibanding 4 tahun yang lalu, terakhir saya naik gunung bareng istri, Pengki, dan Dina. Untuk bahasan perubahan Cemoro Sewu sepertinya akan terlalu panjang untuk ditulis di sini, besok deh ya 😀
Kami memilih lokasi camping sekitar 300-400 meter setelah masuk pintu gerbang. Pertimbangan kami adalah kemudahan akses toilet dan kemudahan akses ke jalan raya seandainya Lumen rewel atau ada keadaan darurat lainnya. Maklum, camping pertama si bayi, kami belum bisa memastikan apa yang akan terjadi.
Di luar dugaan, Lumen sangat menikmati acara ini. Setelah tenda berdiri dan kasur dipompa, kami memulai camping tersebut dengan… tidur siang 😀
Sekitar pukul 14:00 WIB, kami bersiap jalan-jalan naik ke pos pertama pendakian Gunung Lawu. Lumen sangat antusias untuk jalan ke atas sambil sesekali digendong.
Saat melewati hutan pinus, yang kami sebut sebagai cemara ke Lumen, dia menanyakan apakah ada pohon talok di gunung wakakaka..
Sepanjang jalan Lumen bertanya, ada apa di atas gunung, apakah ada monster atau robot, dan hal-hal nggak mutu lainnya.
Saat sampai di suatu shelter, kami berhenti untuk makan buah sunkist yang kami bawa sebagai “reward fruit”. Lumen yang terlalu jijikan nampak malas duduk di tanah atau rumput sehingga saya gelar ponco yang kami bawa sebagai alas duduk.
Setelah sekitar setengah jam duduk menikmati buah, kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini Lumen lebih banyak saya gendong daripada jalan karena medannya terlalu terjal, mungkin dengan kemiringan 30-40 derajat. Mungkin lho ya, pokoknya terjal.
Akhirnya sampailah kami di pos pertama pendakian Gunung Lawu lewat jalur Cemoro Sewu. Di pos pertama ini ada pasangan yang membuka warung setiap akhir pekan. Khusus untuk bulan Suro/Muharam mereka buka tiap hari karena selalu ada orang yang naik gunung. Baik itu pendaki maupun orang yang ngalap berkah.
Bayangkan, udara yang cukup dingin dan kelelahan setelah berjalan 1-2 jam dari bawah, lalu menemukan tempe mendoan dan tahu goreng hangat. Jangan lupa pesan teh panas manis, nasgitel. Air panasnya masih mengepul asapnya, dituang langsung dari dandang yang selalu ditaruh di atas tungku.
Harganya juga cukup murah. Setelah memakan 4 tempe mendoan, 1 tahu goreng, dan 3 gelas teh panas, kami cukup membayar Rp. 11.000 saja. Murah sekali.
Setelah berbagi sedikit cerita dengan pasangan yang sudah berjualan selama 8 tahun di pos pertama tersebut, kami pamit dan bersiap turun kembali ke bawah, ke tenda yang kami tinggalkan begitu saja.
Di pos ini saya juga menemukan buah berry (entah jenis berry apa) yang pernah saya tulis di blog ini. Tak dinyana, Lumen sangat menyukai buah tersebut. Sayang sekali hanya terdapat 2 buah yang ranum di pohon, buah lainnya mungkin sudah dimakan oleh pendaki-pendaki lainnya.
Perjalanan turun cukup cepat, mungkin tak sampai 1 jam. Hutan mulai gelap, dan udara bertambah dingin.
Di luar dugaan kami, Lumen cukup menikmati malam yang gelap dan dingin tersebut. Bahkan saat Puan Peri kedinginan di dalam tenda, Lumen asyik saja di luar tenda membuat teh panas dengan saya. Dan malam itu, dia tidur dengan sangat lelap. Benar-benar membahagiakan.
Hari Kedua
Besoknya kami bangun jam 4-5 pagi namun masih malas keluar tenda hingga pukul 6 pagi. Setelah membuat perapian dan kayunya menjadi bara api, beberapa tusuk bakso ikan panggang menjadi sarapan yang nikmat!
Sebenarnya di kawasan kami camping tidak diperkenankan membuat api unggun. Namun dengan pertimbangan bahwa tempat saya mendirikan tenda cukup terbuka dan jauh dari pepohonan, saya melanggar aturan dengan membuat api unggun kecil yang langsung saya padamkan dengan cara disiram air setelah bakso panggangnya matang.
Agak gosong gini sih, tapi enak!
Setelah sarapan, agenda kami selanjutnya adalah ke kebun strawberry yang banyak terdapat di seberang pintu gerbang Cemoro Sewu.
Kebun yang kami masuki nampaknya sedikit kurang terawat, pemiliknya seperti kurang gemati sehingga beberapa strawberry yang ukurannya cukup besar malah menempel tanah dan membusuk salah satu sisinya. Meski demikian, masih cukup banyak strawberry yang mulus dan mengkilat yang bisa kami panen.
Hampir tiap beberapa menit Lumen akan bertanya, “Boleh icip yang ini?”.
Setelah membeli cukup strawberry sebagai oleh-oleh, makan siang Lumen di hari terakhir camping tersebut adalah sandwich strawberry. Sangat lahap.
What a happy days!
eko
wahh nikmat sekali sepertinya
dobelden
wah, saya perlu mengagendakan juga inih!
Q-thrynx
foto pertama kyke ada kompor nyempil disana, tp koq masih bikin api unggun buat mbakar
satebakso ya?arya
ih keren kegiatannya. pengin jg ngajak aktivitas outdoor begini sama anakku.
lindaleenk
Lumenn, minta strawberryyy
Yeni Setiawan
@Q-THRYNX: karena mbakar bakso lebih enak pakai bara api, Mas. Bukan kompor 😛
roro
wow.. keren si Lumen diajak kemping..
kapan yaak aku bisa ajak anak2 kemping, pengennya sih ke ranu kumbolo *ngimpi*jauh hahahahahaaa
mbilung
Sesudah ini, Lumen kemping ke situ gunung ya, ajak mommy dan opo.
perikecil
Gunungnya udah dulu Pakde. Ke sana lagi taun depan.
Abis ini ke pantai dulu.. Karimun Jawa yuk yuk
detnot
saluut
klita
my lomeeennnnnnn favorit akuuuhhh :* :*
Mas Ivan
Sudah semakin kerean saja, tak lagi tenda pathok yang menjelma jadi dum. Kompornya juga, sudah siapi biru tak lagi parafin
@SobatBercahaya
Wih si Kecil udah naik gunung sementara aku 🙁
diyan wijayanti
kok malah aku jadi iri dengan Lumen to
dede
Wow senangnya bisa kemping bersama anak (suk njajal ah) hehe. Meski bukan anak Pramuka seperti bapaknya Lumen, aku suka kemping lho, sudah 2 kali kemping disini, tapi sayangnya disela2 sesi jalan2 di gunung gak nemu bakul mendoan dkk itu. Aduh! 😀