Saat ini, siapa saja bisa mengalami keadaan yang mengharuskan untuk bertahan hidup dengan segala cara yang biasa disebut dengan istilah survival. Tak hanya pendaki gunung atau penjelajah hutan lho, penumpang pesawat juga harus siap dengan resiko “hilang” di antah-berantah.
Dari kacamata itulah maka pada long weekend tanggal 29, 30, dan 31 Maret kemarin saya memanfaatkan hari libur tersebut untuk bergabung dalam acara gathering suatu klub survival yang saya temukan di Facebook. Acara dilangsungkan selama 3 hari dan 2 malam di lereng Gunung Merapi.
Atas ijin dari Ibu Negara, saya berangkat ke lokasi gathering hari Sabtu malam setelah sebelumnya menjemput dua anggota dari organisasi pecinta alam STAN di terminal Jombor dan meluncur ke lereng Merapi menggunakan sepeda motor.
Sampai lokasi, agak susah menemukan rombongan peserta gathering karena sudah malam dan ada beberapa kelompok yang nge-camp di sana. Untung ada peluit di kantong, sehingga kami bisa berkomunikasi dan instruktur survival kami berhasil memandu saya dan rombongan yang telat datang tersebut ke tempat mereka berkumpul.
Karena sudah malam, tak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat api unggun dan saling berbagi cerita, sekaligus saling mengenalkan diri kepada seluruh peserta.
Besok paginya, kegiatan dimulai dengan belajar membuat api menggunakan firesteel..
..dan sarapan dengan biskuit berkalori tinggi yang rasanya eneg. Agar bisa masuk tenggorokan, harus sering-sering minum air :))
Setelah sarapan seadanya (namun kenyang), instruktur kami mengajari cara membuat alat makan dari kayu dengan memanfaatkan bara api. Jadi bara api ditaruh di atas batang kayu kemudian ditiup-tiup hingga menjadi sebuah lubang.
Dengan mengatur posisi bara api maka cekungan yang tercipta bisa diatur.
Merapikan sendok yang telah jadi cekungannya.
Ini dia hasilnya!
Sendok dan mangkok ginian oke juga lho ternyata 😀
Bikin sendok dan mangkok sih butuh beberapa jam saja, di beberapa pelosok Indonesia ada yang membuat perahu dengan cara ini dalam waktu dua hari 😮
Kegiatan yang kesannya tidak bermanfaat ini ternyata bisa membantu menjaga kesehatan mental kita saat tersesat lho. Konon, seseorang akan sangat mudah mengalami depresi saat tersesat. Dengan kegiatan-kegiatan sederhana dan positif, akan membantu menjaga kewarasan dan membuat orang yang tersesat tersebut menjadi lebih optimis.
Banyak sekali ilmu yang saya pelajari hari itu, baik materi maupun praktek. Tak hanya mengajarkan praktek survival, aspek psikologi juga dibahas dalam acara tersebut. Pembelajaran aspek psikologi inilah yang konon sering “hilang” dari pelatihan-pelatihan survival lainnya, bahkan di dalam organisasi pecinta alam. Katanya lho ya, wong saya belum pernah ikut organisasi pecinta alam 😀
Ini dia beberapa foto kegiatan selama tiga hari tersebut. Yang jelas, saya pulang ke rumah dalam keadaan bau asap :))
Latihan membuat api dengan bow & drill. Capek dan gak nyala-nyala =))
Membuat perangkap hewan ukuran kecil, nama perangkapnya diambil dari nama salah satu suku Indian.
Belajar membedakan tanaman yang bisa dimakan dan yang tidak, jangan sampai tragedi Alexander Supertramp terulang.
Kalau tak ada mata air, cara ini bisa digunakan untuk “mengambil” air dari tanaman.
Bukan sembarang kembang api, tapi signal flare untuk menarik perhatian penolong (rescuer).
Ayo diulang lagi!
detnot
keren jeung,
kapan2 saya diajari nyalain api pake pemantik batu atau kayu ya jeng
kayanya anak saya excited waktu saya cerita kalo bisa bikin api dg cara gitu
nico wijaya
wuiih… survival. harus nyoba kapan kapan…
bangsari
ono pelathian survival dari pengaruh ibu negara ndak?
Q-thrynx
biskuit iku ndak biskuit sing atos banget kyk batere hape?
Jarwadi MJ
menarik bangeet mas, saya sih pengen ikut. tapi ngga tahu kuat apa ngga. hehehe
iKurniawan
Rasanya pengen ikut ginian… buat jaga2
😀
Jogja Sleeping Bag
Ilmu bermanfaat!
subhan anwar
keren mas… kalo pengen ikutan gimana caranya?