Malam ini saya bermaksud menulis tentang hewan, manusia dan dewa. Tapi tukang jalan-jalan ini malah mengguyur otak saya dengan romantisme kata-kata. Mulai dari musikalisasi sajak Sapardi Djoko Damono sampai Sri Ajati, perempuan yang membuat Chairil menorehkan kata-kata mesranya.
Saya jadi teringat sajak ‘Senja di Pelabuhan Kecil’, yang saya sukai sejak pertama kali saya baca. Begitu dalam, seperti orang yang sedang menghadapi maut dan dalam keputus asaan-nya dia menulis. Sayangnya perasaan ini tidak bisa dibagi, maka silahkan Anda baca sendiri, rasakan sendiri ๐
Bagi saya, perasaan ketika membaca larik-larik itu sama seperti ketika mendengarkan refrain lagu Por Una Cabeza. Di situ ada cinta, derita, harapan dan segala macam perasaan. Seperti galau-nya Yesus di malam terakhirnya.
Leave a Reply