Gak Penting

Resah

Dalam banyak hal, sering saya bertanya-tanya kepada diri sendiri apakah yang saya lakukan sudah benar? Meskipun kadang suatu perbuatan itu tidak membawa efek merugikan orang lain, namun masih saja muncul sebersit keraguan tentang benar tidaknya perbuatan saya. Sering saya bertanya langsung kepada Tuhan tetapi lebih seringnya hati saya terlalu bebal dalam menangkap makna dari jawaban Tuhan.

Kalau ada yang bertanya kepada saya, lebih utama mana perbuatan A dibanding perbuatan B, maka yang pertama saya akan menjawab menurut opini pribadi saya. Selanjutnya akan saya tambahi bahwa hanya yang maha satu yang lebih tau, sedangkan saya hanya “setahu saya” belaka. Dan kadang ini menyiksa.

Kata orang bijak, turutilah kata hati nurani. Namun dalam pelaksanaannya kadang sangat sulit, adakalanya perbuatan kita harus menyakiti orang-orang dekat hanya karena ingin menegakkan kebenaran versi saya. Lalu saya membuat suatu ayat baru, bahwa kebaikan pastilah akan membawa kebaikan kepada sesama.

Namun ternyata saya salah. Kebaikan versi penumpang bus kota tentu saja berlawanan dengan kebaikan versi copet. Dan belum tentu juga si copet itu tidak kenal Tuhan, bisa saja dia adalah manusia yang jauh religius dibanding saya dan Anda. Bisa jadi dia berdoa khusuk agar hari ini dia mendapat rejeki yang bagus agar mendapat uang yang bisa dia sisihkan untuk saudaranya yang sedang sakit.

Lalu ayat buatan saya berubah lagi, bahwa Tuhan itu maha tahu. Tuhan melebihi hitam dan putih manusia, Tuhan mengetahui semua area abu-abu kehidupan manusia. Dan berdasar ayat versi saya ini, tentu saja seorang pencuri bisa lebih berhak masuk sorga dibanding seseorang dengan label ulama.

Namun lagi-lagi ayat ini mempunyai kelemahan, saya dimusuhi oleh orang-orang yang mengaku agamis. Dianggap sesat dan disuruh ekmbali ke jalan yang benar. Andai saja dia tahu, bahwa saya sedang mencari jalan yang benar itu. Nabi sudah mati, jadi tidak ada lagi tempat untuk bertanya.

Ada yang menganjurkan agar saya bertanya kepada orang yang alim, namun ternyata kebanyakan mereka yang saya tahu hanyalah tipe pemvonis. Main vonis sorga neraka seenak perut, seolah-olah mereka sudah kenal dekat dengan Ridwan dan Malik.

Ah, sebuah private message masuk, membuyarkan kontemplasi gak mutu ini 😀

18 Comments

  1. antobilang

    btw ndal, kamu tuh sejenis sama suprie ya.. sama-sama happy living programmer..
    ada niat buat hidup (bahagia) bersama?

  2. Pujangga banget 😀

  3. dalem bgt

  4. kadang kebenaran justru diperoleh karena pengalaman spriritual sendiri. Sering kali saya memandang pemikiran beberapa ahli agama yang melihat Tuhan itu dengan pecut api di tangan kiri dan neraka di tangan kanan.

  5. ah,aq memahami kegelisahanmu. kegelisahan qta hmp sama. aq msh bingung membedakan,mana yg hati nurani ato sekadar keinginan pikiran/badaniah belaka.andai membaca pertandaNya semudah membaca buku.ah jgn2 hanya aq aja yg tll bebal menangkap pertandaNya. Ndal,aq lg bc buku asik bgt,ttg reinkarnasi,karma dan metode gimana mengetahui kehidupan qta seblmnya & mencapai The Higher Self. tp balikin dl bukuku :p

  6. tuhan gak goblog kok. anda percaya? i do 😀

  7. zam

    ceramah subuh po?

    *angop*

  8. klo pun nabi masih hidup.. kan di arab.. mau datengin kesana pow ?

  9. siapa bilang ini kontemplasi nda mutu ndal?

  10. hendrinugraha

    Tiap nulis blog suka resah ga ?

  11. coba mbaca bukune Gus Mus membuka pintu langit,

    sebagian keresahanmu (mungkin) akan terjawab

    *iklan*

  12. adipati kademangan

    takon e salah alamat. pertanyaan sampeyan kok ditakokno neng database toh ?

  13. aku kok mocone mrinding yo….

    -abis baca postingan ini dan postingan zam tentang kang bebek-

    “jadi pengen melamun malam ini”

  14. ingin sekali hidup tanpa keresahan.. bisakah?

  15. hmm, dirimu sedang sejenak berpikirkah?!

    hayyah..

    tp gw setuju tuh dengan sesuatu yg lo sebut ayat lo…

    bukan karena mo jadi pengikut sesat nih..

    tp gmn yak, kita ga boleh memvonis segala sesuatu dari satu sisi..itu sama aja kita adalah manusia-manusia yang terlalu mempersempit pandangan kita…

    hoho…gw setuju tuh, seorang ulama belum tentu kedudukan di mata tuhan akan lebih tinggi di banding seorang tukang copet…yah, semua kan tergantung niatnya…

    soal sorga neraka…kan yg punya itu tuhan, hanya dia yang berhak menentukan…

    tul ndak?!

  16. takok cak nun ndal….!

  17. lagi lagi kebenaran membingungkan dipertanyakan ,menurut ayat anda.ayat kyai,dll.menurut saya setiap manusia memiliki kitab kebenaran sendiri sendiri yang mungkin berseberangan dengan kebenaran menurut orang lain ,jadi mungkin tergantung individu yang seperti apa yang memiliki kebenaran itu hwalah ruwet heheheheh

  18. seorang novelis itali, Susanne Tamaro, suatu kali berkata dalam bukunya, “Sebelum kamu menilai orang lain, cobalah gunakan sepatunya terlebih dahulu.”

Leave a Reply