Dalam banyak hal, sering saya bertanya-tanya kepada diri sendiri apakah yang saya lakukan sudah benar? Meskipun kadang suatu perbuatan itu tidak membawa efek merugikan orang lain, namun masih saja muncul sebersit keraguan tentang benar tidaknya perbuatan saya. Sering saya bertanya langsung kepada Tuhan tetapi lebih seringnya hati saya terlalu bebal dalam menangkap makna dari jawaban Tuhan.
Kalau ada yang bertanya kepada saya, lebih utama mana perbuatan A dibanding perbuatan B, maka yang pertama saya akan menjawab menurut opini pribadi saya. Selanjutnya akan saya tambahi bahwa hanya yang maha satu yang lebih tau, sedangkan saya hanya “setahu saya” belaka. Dan kadang ini menyiksa.
Kata orang bijak, turutilah kata hati nurani. Namun dalam pelaksanaannya kadang sangat sulit, adakalanya perbuatan kita harus menyakiti orang-orang dekat hanya karena ingin menegakkan kebenaran versi saya. Lalu saya membuat suatu ayat baru, bahwa kebaikan pastilah akan membawa kebaikan kepada sesama.
Namun ternyata saya salah. Kebaikan versi penumpang bus kota tentu saja berlawanan dengan kebaikan versi copet. Dan belum tentu juga si copet itu tidak kenal Tuhan, bisa saja dia adalah manusia yang jauh religius dibanding saya dan Anda. Bisa jadi dia berdoa khusuk agar hari ini dia mendapat rejeki yang bagus agar mendapat uang yang bisa dia sisihkan untuk saudaranya yang sedang sakit.
Lalu ayat buatan saya berubah lagi, bahwa Tuhan itu maha tahu. Tuhan melebihi hitam dan putih manusia, Tuhan mengetahui semua area abu-abu kehidupan manusia. Dan berdasar ayat versi saya ini, tentu saja seorang pencuri bisa lebih berhak masuk sorga dibanding seseorang dengan label ulama.
Namun lagi-lagi ayat ini mempunyai kelemahan, saya dimusuhi oleh orang-orang yang mengaku agamis. Dianggap sesat dan disuruh ekmbali ke jalan yang benar. Andai saja dia tahu, bahwa saya sedang mencari jalan yang benar itu. Nabi sudah mati, jadi tidak ada lagi tempat untuk bertanya.
Ada yang menganjurkan agar saya bertanya kepada orang yang alim, namun ternyata kebanyakan mereka yang saya tahu hanyalah tipe pemvonis. Main vonis sorga neraka seenak perut, seolah-olah mereka sudah kenal dekat dengan Ridwan dan Malik.
Ah, sebuah private message masuk, membuyarkan kontemplasi gak mutu ini 😀
Leave a Reply