Gak Penting

Ke Sukabumi

keponakan baru

Libur Natal kemarin yang kebetulan Hari Sabtu, saya manfaatkan untuk main ke Sukabumi. Meskipun waktunya mepet (hanya 2 hari), tapi kapan lagi ada libur 2 hari, secara tempat kerja saya hanya libur pada Hari Minggu dan tanggal merah. Selain itu tujuan ke Sukabumi adalah menengok keponakan baru, yang lahirnya bertepatan dengan selesainya ijab kabul pernikahan saya 😀

Hari Jumat, jam 7.30 malam bis Rajawali berangkat dari pool di Pingit, Jalan Godean. Perjalanan cukup lancar, meskipun agak lambat. Mungkin karena Malam Natal sehingga jalan agak ramai. Hari Sabtu pagi, tiba di Sukabumi pukul 08.00 WIB –dalam keadaan normal, jam 6 pagi biasanya sudah sampai.

Di terminal saya dan istri bingung nyari angkot menuju ke arah rumah kakak perempuan saya, akhirnya kami naik ojek. Saya sedikit geli dengan tukang ojek yang memboncengkan Puan Peri. Tampangnya sangar, dengan tato di leher menyembul dari kerah bajunya. Namun demikian, Aa’ satu itu ngomongnya halus sekali, dengan logat Sunda yang kental. Bahkan saat menghidupkan motor matic-nya, tak lupa dia baca basmalah 😀

Akhirnya sampailah kami di Cisaat, rumah kakak perempuan saya. Dan ini dia keponakan baru, yang nama panggilannya Azam *mendadak ingat film Ketika Cinta Bertasbih*

keponakan baru keponakan dan tante barunya

Malam harinya, kami keluar jalan-jalan dengan mengajak Windi, keponakan yang sudah kelas 2 SMP, jalan-jalan keliling  kota Sukabumi. Jalannya benar-benar ramai, dan kendaraan agak seenaknya sendiri menggunakan jalan. Tapi jalan-jalannya cuma sebentar, karena besoknya Windi ngajak lari-lari pagi di Lapangan Merdeka. Akhirnya pulang tidak terlalu malam dan segera tidur (saya nonton TV dulu sih :D).

Pagi-pagi,  jam 5 Windi sudah teriak-teriak membangunkan kami namun baru pada pukul 5.30 kami bangun dan bersiap-siap. Karena tidak membawa sepatu, Puan Peri meminjam sepatu kets Windi yang ternyata seukuran. Setelah siap, segera kami meluncur ke Lapangan Merdeka untuk “lari-lari”. Sampai di sana…

Lapangan Merdeka Sukabumi

Kalo kayak gini gimana lari-larinyaaaaa??! Akhirnya kami bertiga cuma jalan-jalan, makan lontong dengan campuran taoge dan tauco, lalu lanjut jalan-jalan ke Selabintana.

Karena tidak tahu Selabintana itu seperti

apa, dan Windi memberitahukan adanya perkebunan teh di dekat Selabintana , akhirnya  kami memilih menuju perkebunan teh dengan ongkos masuk Rp. 2000 per orang.

nampang di kebun teh

Dari perkebunan teh, perjalanan di lanjutkan ke atas yang ternyata sampai di Pondok Halimun. Cukup asyik juga di Pondok Halimun ini, kayaknya semacam Kaliurang-nya Jogja gitu. Tak lupa kami nyemplung ke sungai yang ternyata berhulu di air terjun Cibereum.

nampang di sungai

Di sungai ini, Windi sempat digigit (?) pacet (atau lintah?) di pergelangan kakinya. Pacet ini susah sekali ditarik karena gigitannya sangat kencang, jadi harus menggunakan cara lain untuk melepaskan gigitan pacet tersebut.  Karena tidak membawa rokok atau tembakau di dalam tas untuk melepaskan gigitan pacet, saya ubek-ubek isi tas kecil untuk mendapatkan benda apa saja yang bisa digunakan.

Pertama ketemu obat tetes mata, gak mempan (ya iya lah). Lalu nemu tisu basah, saya coba pegang pacet dengan tisu basah ini dan tiba-tiba gigitannya lepas. Apa mungkin dia mabok kena alkohol?

Ditutup dengan makan jagung bakar, “piknik” ke Pondok Halimun selesailah sudah. Sampai rumah sekitar pukul 2 siang, dan segera bersiap-siap untuk pulang kembali ke Jogja pada pukul 3 sore.

Dua hari memang terlalu singkat, capek tapi menyenangkan. Yuk jalan-jalan lagi Hun!

6 Comments

  1. di IND tempat joging itu identik dgn makan makan =))

  2. lebih parahketimbang sunmor pra 2009 (yang masih boulevard). :))

  3. tau kalo jogingnya tuh cuma jalan-jalan, aku ga usah repot2 pinjem sepatu 😀

  4. Bakal segera punya momongan sendiri nih kayaknya….

  5. mau cerita juga ah ke kebun teh
    cuma belum sempet nulis hahaha
    kewren memang kebun teh, ya?
    cuma saya suka khawatir kalau longsor 😐

  6. detnot

    berasa lari2 disekaten jeng 😀

Leave a Reply