Sepertinya sedang ketiban sial berjodoh dengan sambel terasi, dalam satu minggu ini saya mendapat laporan dari tiga orang teman yang kangen dengan sambel terasi. Eh, mereka berjauhan lokasi lho. Jadi kemungkinan mereka melakukan konspirasi sangat kecil.
Yang pertama, teman dari SMP sampe SMA. Sekarang kerja di Kuala Lumpur dan setelah lebaran nanti mau belajar tari india pindah ke India. Dia cerita betapa kangennya dia dengan sambel terasi dan tempe goreng ibunya. Di sana dia pernah mencoba membuat sambel menggunakan blender, namun rasanya tidak enak. Ya jelas saja, lha wong nggak kecampur ama remukan batu dari cobek ha.ha.
Kepikiran untuk “mendatangkan” cobek dari rumah, namun dihitung-hitung biayanya bakalan selangit. Jadi dia lebih milih menahan hasrat menikmati sambel. Lalu saya usulkan untuk meminta ibunya membuat sambel, lalu dikirim ke alamatnya, dan sepertinya ide yang menarik (jelas dong, ide siapa dulu).
Yang kedua teman dari SMP dan SMA juga (lho?), sekarang kerja di Algeria dan sedikit beruntung karena ada kantin asia di tempatnya bekerja. Namun yang masak malah bukan orang asia, sedangkan juru masak dari Indonesia malah disuruh masak makanan Jepang. Kok kuwalik?
Sambel di kantin asia tersebut katanya tidak bisa disebut sebagai sambel, rasanya aneh. Jadi disepakati bersama bahwa sambel itu disebut sebagai sambel wannabe.
Lalu barusan, Deni ngeluh juga betapa kangen dia dengan sambel masakan Ibunya. Jadi tiga orang bukan?
Saya pribadi juga sangat menikmati sambel. Apalagi sampe butiran-butiran biji cabenya bertaburan gitu, sangat nikmat! Di makan hanya dengan nasi, mungkin dengan tempe goreng atau kerupuk, sangat menggairahkan!
Makan nasi cuma pake sambel terasi? Percayalah, meskipun kelihatan seperti makanan kere, Anda akan merindukannya sepanjang hayat.
Leave a Reply